BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Mengajar merupakan istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari
pembahasan mengenai pendidikan karena keeretan hubungan keduanya. Sebagian
orang menganggap mengajar hanya sebagian dari upaya pendidikan.
Merujuk kepada pola kependidikan dan keguruan Rasulullah Saw. Dalam
perspektif islam, guru menjadi posisi kunci dalam membentuk kepribadian muslim
yang sejati. Keberhasilan Rasul Saw. dalam mengjar dan mendidik umatnya, lebih
banyak menyentuh aspek perilaku, yaitu contoh teladan yang baik dari Rasul (
uswatun hasanah).[1]
Sebagian orang menganggap bahwa mengajar tak berbeda dengan
mendidik. Oleh karenanya, istilah mengajar/ pengajaran yang dalam bahasa Arab
disebut ta’lim dan dalan bahasa Inggris teaching itu kurang lebih
sama artinya dengan pendidikan yakni tarbiyah dalam bahasa Arab dan indication
dalam bahasa inggris. Implikasinya ialah, setiap kegiatan kependidikan yang
bersifat formal hendaknya dilakukan oleh pendidik professional yang bertugas
antara lain melaksanakan pembelajaran (baca; proses membuat murid belajar)
sebagai mana yang diisyaraikan dalam UU No. 20/2003 Bab XI pasal 39 ayat 2.[2]
Definisi Mengajar
Pengertian yang umum dipahami orang terutama mereka yang awam dalam
bidang-bidang studi pendidikan, ialah bahwa mengajar itu merupakan penyampaian
pengetahuan dan kebudayaan kepada siswa.[3]
Adapun yang mengatakan mengajar adalah tugas guru untuk menuangkan sejumlah
bahan pelajaran kedalam otak anak didik. Guru yang mengajar dan mendidik dan
anak didik yang belajar menerima bahan pelajaran dari guru dikelas.[4]
Arifin (1978) mendefinisikan mengajar sebagai suatu rangkaian
kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima,
menangapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Tyson dan Caroll (1970), setelah mempelajari seksama sejumlah teori
pembelajaran, menyimpulkam bahwa mengajar adalah sebuah cara atau sebuah proses
hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan
kegiatan. Sehubungan dengan definisi itu, Tyson dan Caroll menetapkan sebuah
syarat, yaitu apabila interaksi antar personal (guru dan siswa) didalam kelas
terjadi dengan baik, maka kegiatan belajar akan terjadi. Sebaliknya, jika
interaksi guru dan siswa buruk, maka kegiatan belajarpun tidak akan terjadi
atau mungkin terjadi tetapi tidak sesuai dengan harapan.
Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah suatu aktivis
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dalam menghubungkannya
dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini
tidak hanya ruang kelas (ruang belajar), tetapi mengikuti guru, alat peraga,
perpustakaan, laboratorium dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar
siswa.
Tardif (1989) mendefinisikan mengajar secara lebih sederhana tetapi
cukup konvehensif dengan menyatakan bahwa mengajar itu pada prinsipnya adalah …
ani ection performed by on individual (the teacher) with the intention
of facilitating learning in another
indifidual (the learner). Artinya, mengajar adalah perbuatan yang dilakukan
seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang
lain (dalam hal ini siswa) melakukan kegiatan balajar.
Biggs (1991), seorang pakar psikologi kognitif masa kini, membagi
konsep mengajar dalam tiga macam pengertian.
a.
Pengertian
kuantitatif (yang menyangkut jumlah pengertian
yang diajarkan).
b.
Pengertian
institusional (yang menyangkut kelembagaan atau sekolah).
c.
Pengertian
kualitatif (yang menyangkut mutu hasil yang ideal).[5]
Menurut Sudirman (1990),
hakikat mengajar adalah usaha untuk menciptakan kondisi atau system
lingkungan yang mendukung dan memungkinkan berlansungnya proses belajar siswa,
mahasiswa (peserta didik). Kalau aktifitas belajar dilakukan oleh siswa dan
mahasiswa sedangkan kegiatan mengajar dilakukan oleh guru atau dossen
(pendidik) sebagai pengajar dikelas.[6]
B.
TUJUAN PEMBAHASAN
a)
Mahasiswa
dapat memahami pengertian konsep mengajar.
b)
Mahasiswa
dapat mengetahui teori-teori tentang konsep mengajar.
c)
Mahasiswa
dapat mengerti strategi-strategi pendekatan pengajaran yang wajar di ajarkan
kepada peserta didik.
d)
Dapat
memahami macam-macam metode yang terdapat dalam pengajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TEORI TENTANG KONSEP MENGAJAR
Ada
dua macam aliran pandangan yang berbeda dalam melihat profesi mengajar. Aliran
pertama menganggap mengajar sebagai ilmu, sedangkan aliran kedua menganggap
mengajar sebagai seni.
1.
Mengajar Sebagai Ilmu
Sebagian ahli memandang mengajar sebagai ilmu (science).
Oleh karnanya, guru merupakan sosok pribadi manusia yang memang sengaja
dibangun untuk menjadi tenaga frofesional yang memiliki frofisiensi
(berpengetahuan dan berkemampuan tinggi) dalam dunia pendidikan yang
berkompeten untuk melakukan tugas mengajar.
Seorang pakar pskologi pendidikan, J.M. Stephens, berpendapat bahwa
seorang yang profesional seharusnya memiliki keyakinan yang mendalam terhadap
ilmu yang berhubungan dengan proses kependidikan yang dapat menyelesaikan
masalah-masalah yang besar itu. Hal ini penting, karena menurutnya itu
terkadang berbentuk proses yang emosional dan entusiastik yang dapat menghambat penerapan secara persis
teori-teori ilmu pengetahuan (Barlow, 1985).[7]
2.
Mengajar Sebagai Seni
Sebagian
ahli lainnya memandang bahwa mengajar adalah seni (art), bukan ilmu.
Oleh karenanya, tidak semua orang berilmu (termasuk orang yang berilmu
pendidikan) bisa menjadi guru yang piawai dalam hal mengajar.
Sehubungan
dengan pandangan diatas, seoang guru besar sastra Gilbert Hight dalam bukunya The
Art of Teakching (Seni Mengajar) menegaskan bahwa, …teaching is an art,
not a science yakni mengajar adalah sebuah seni, bukan sebuah ilmu (Barlow, 1985). Menurutnya, penerapan
tujuan dan metode sebuah ilmu kepada manusia itu (dalam pengajaran) sangat
berbahaya, meskipun prinsip statistikdan diaknosis staintifikdapat menjelaskan
tingkah laku dan struktur fisik aneka ragam kelompok manusia.[8]
Mengajar
sebagai ilmu dan mengajar sebagai seni itu terdapat benang merah yang membuat
keduanya saling terikat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan
demikian, hubungan antara bakat keguruan dengan proses belajar yang sesuai
dengan bakat itu, ibarat hubungan antara dua sisi mata uang logam yang
berfungsi saling melengkapi.[9]
B.
STRATEGI DAN CONTOH MENGAJAR
1.
Strategi Mengajar
Dalam perspektif psikologi, kata strategi yang berasal dari bahasa
Yunani itu, berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah
untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan (Reber, 1988). Seorang pakar
psikologi pendidikan Autralia Mechael J. Lawson (1991) mengartikan strategi sebagai
prosedur mental yang berbentuk tatanan langkah yang menggunakan upaya ranah
cipta untuk mencapai tujuan tertentu.[10]
Dibandingkan dengan metode mengajar, strategi mengajar mengajar
sebenarnya masih relative baru dalam dunia pengajaran. Ia mulai popular setelah
Hilda Taba pada tahun 1960-an menjelaskan kiat-kiat khusus mengajar kecakapan
berfikir untuk anak-anak (Tradif, 1989). Strategi mengajar tidak terlepas dari
metode mengajar, karena merupakan kiat praktis yang dipakai guru untuk
mengajarkan materi pelajaran tertentu pula seperti metode ceramah, metode
ceramah plus, dan sebagainya.[11]
Strategi Mengajar SPELT
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran modern terdapat cukup banyak strategi khusus
dirancang untuk mengajar dengan materi tertentu sehingga mencapai kecakapan
yang diinginkan. Diantara strategi-strategi mengajar itu terdapat sebuah
strategi mengajar berdasarkan strategis koknitif yang relatif masih aktual.
Strategi ini bernama strategy program for effectitve learning/ teaching disingkat
SPELT. Program SPELT ini dirancang dan diujicobakan Robert F. Mulcahy, seorang
guru besar yang mengepalai the cognitive
education project (proyek pendidikan Ranah Cipta) pada jurusan pskologi
pendidikan, universitas Alberta.
Sesuai dengan namanya, stategi SPELT tadi sengaja direkayasa untuk
memperbaiki dan meningkatkan keefektivan belajar dan berpikir siswa, terutama
yang menduduki kelas akhir sekolah dasar dan kelas-kelas sekolah menengah.
Secara eksplisit tujuan strategi ini ialah membuat siswa menjadi:
1.
Penuntut
ilmu yang aktif sebagai pemikir dan pemecah masalah;
2.
Penuntut
ilmu yang mandiri, memiliki rencana dan strategi sendiri yang efisien dalam
mendekati belajar;
3.
Penuntut
ilmu yang lebih sadar akan kemampuan pengendalian proses berpikirnya sendiri (metacognitive
awareness).
Dalam melakukan strategi SPELT, guru perlu mengikuti tiga macam langkah
panjang dan terpisah dalam arti mengambil waktu yang berbeda tetapi berurutan,
yaitu;
1.
Direct
strategy instruction (pengajaran
dengan strategi langsung)
2.
Teaching
for transfer (mengajar
untuk mentransfer strategi)
3.
Generating
elaborative strategies (pembangkitan
strategi belajar siswa yang luas dan terperinci)[12]
2.
Contoh Mengajar
Selaku
pengelolaan kegiatan siswa, guru sangat diharapkan menjadi pembimbing dan
pembantu para siswa, bukan hanya mereka berada dalam kelas saja melainkan
mereka berada diluar kelas, khususnya mereka masih berada dilingkungan sekolah
seperti diperpustakaan, di laboratorium, dan sebagainya.
Dalam
hal menjadi pembimbing, guru perlu mengaktualisasikan (mewujudkan) kemampuannya
dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.
Membimbing
kegiatan belajar siswa, khususnya ketika mengajar tidak hanya berarti berceramah
di muka kelas, tetapi juga memberikan peluang seluas-luasnya kepada siswa
tersebut untuk melakukan aktifitas belajarnya. Contoh; jika para siswa sedang
diajari menulis, maka siswa itulah yang seharusnya lebih banyak mendapat
peluang menulis, bukan guru. Tugas guru yang paling penting dalam hal ini
adalah member contoh dan dorongan persuasif kepada para siswa serta menata
lingkungan sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan mereka belajar dengan mudah.
2.
Membimbing
pengalaman para siswa, guru dituntut untuk menghubungkan mereka dengan
lingkungannya. Haal ini penting karena dalam pengalaman berinteraksi dengan
lingkungannya itulah sesungguhnya para siswa mengalami proses pembelajaran.
Dengan demikian, maka selaku guru sepatutnya menjaga ruang kelas, laboratorium,
perpustakaan, alat-alat peraga, dan lain-lain komponen lingkungan kependidikan
agar tetap dalam kondisi yang baik dan siap pakai.
Kegiatan mengajar sebuah materi pelajaran bukan semata-mata agar
siswa menguasai pengetahuan / materi pelajaran tersebut, lalu naik kelas,
melainkan juga ia memamfaatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam kehidupan
sehari-hari.[13]
C.
METODE POKOK MENGAJAR
Metode
secara harfiah berarti “cara”. Sedangkan secara istilah metode mengajar adalah cara yang berisi
prosedur buku yang melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan
penyajian materi pelajaran kepada siswa (Tradif, 1989).[14]
Mengajar
secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar
yang serasi dengan tujuan mengajar. Guru-guru yang telah berpengalaman umumnya
sependapat, bahwa masalah ini sangat penting bagi para calon guru karena
menyangkut kelancaran tugasnya. Karena itu, pelajarilah secara teliti
metode-metode mengajar itu sampai saudara mempunyai keyakinan, Kesanggupan, dan
pengalaman-pengalaman praktis serata mampu mempergunakannya sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan khusus yang berada daerah perhatian anak. Metode mengajar
yang dipergunakan akan menentukan suksesnya pekerjaan saudara selaku guru di
kelas.[15]
Ada
empat macam metode mangajar yang dipandang representatif dan dominan dalam arti
digunakan secara luas sejak dahulu hingga sekarang pada setiap jenjang
pendidikan formal. Tiga dari empat metode mengajar tersebut bersifat khas dan
mandiri, sedangkan metode lainnya merupakan kombinasi antara satu metode dengan
metode lainnya. Metode campuran ini disebut “metode plus” bersifat terbuka artinya
setiap campuran metode tersebut sesuai dengan kebutuhan. Merekayasa metode plus
bukanlah hal yang tabu dalam dunia pendidikan modern, agar tidak menyimpang
dari prinsip-prinsip, pskologis-didaktis yang telah diakui keabsahannya dalam
dunia kependidikan.[16]
1.
Metode Ceramah
Metode ceramah atau kuliah (lecture method) adalah sebuah
metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan pada
sejumlah siswa yang pada umumnya mengekuti secara pasif. Aktifitas siswa dalam
pengajaran yang menggunakan metode ini hanya menyimak sambil sesekali mencatat.
Meskipun begitu, para guru yang terbuka kadang-kadang memberi peluang bertanya
kepada sebagian kecil siswanya.[17]
Kebaikan dan kelemahan metode ceramah
Berbagai menunjukkan bahwa metode ceramah ini efektif menyajikan
bahan yang bersifat informatif atau teoritis dan tidak memerlukan ingatan
(retensi) yang harus tahan lama, disampaikan kepada kelompok siswa (audience)
yang lebih besar dari 40 orang, sumber-sumber pelajaran sulit didapat (amat
terbatas), fasilitas ruangan dan tenaga guru terbatas.
Sedangkan kelemahannya, diantaranya ialah terbatasnya kesempatan partisipasi
siswa (audience); hanya bersifat mentaly processing saja (itu pun
bagi mereka yang mempunyai kemampuan daya tangkap dan kecocokan latar belakang
dengan permasalahan yang dibicarakan); kalau penceramah kurang mampu mempergunakan
berbagai teknik secara bervariasi, dapat mendatangkan kejemuan; begitu juga
kalau waktunya terlalu lama serta situasi dalam forumnya kurang tertib.
Meskipun terdapat kelemahn-kelemahan tadi menurur Gage and Berliner
(1975:463-465) tidak jarang guru yang memperoleh keputusan dan reinforcement
dengan adanya perhatian dan tanda-tanda persetujuan atau kepuasan dari audience.
Begitu juga bagi siswa (terutama yang merasa kurang mampu beljar sendiri atau
membaca sendiri). Mereka memperoleh pelajaran dari sumber yang meyakinkan.[18]
2.
Metode Diskusi
Metode
diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan belajar
memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut
sebagai diskusi kelompok (group discussoin) dan resitasi bersama (socialized
recitation). Aplikasi metode diskusi biasanya melibatkan seluruh siswa atau
sejumlah siswa tertentu yang diatur dalam bentuk kelompok-kelompok. Tujuan
penggunaan metode diskusi ialah untuk memotivasi (menderong) dan member
stimulasi (member ransangan) kepada siswa agar berfikir dengan renungan yang
dalam (reflective thingking).[19]
Kebaikan dan Kelemahan Metode Diskusi
Metode diskusi
telah memberikan mamfaat ganda, antara lain:
·
Memungkinkan
penguasaan perilaku kognitif (process mental, logical, reasoning,
berpikir kritis) yang lebih tinggi,
·
Menumbuhkan
sikap saling memahami, tenggang rasa, mengendalikan diri melalui proses
sosialisasi yang demokratis,
·
Menguatkan
daya ingat (retensi), memudahkan transfer, menumbuhkan motif intrinsik untuk
belajar;
·
Memupuk
semangat kerjasama dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi melalui proses
berfikir secara kelompok.
Seperti telah kita maklumi pula, bahwa kelemahan utama metode ini
ialah banyak memakan waktu (time consuming). Kalau guru kurang menguasai
penggunaannya, sering pembicaraan kurang mencaapai sasaran yang diharapkan.[20]
Meningat adanya kelemahan-kelemahan diatas maka guru yang
berkehendak menggunakan metode diskusi sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan
segala sesuatunya dengan rapi dan sistematis. Kecuali itu guru juga sangat
dianjurkan untuk terus-menerus memantau dan mendorong seluruh siswa partisipan
untuk turut mengembangkan buah pikirannya secara bebas. Dalam hal ini, peran
seorang guru sebagai encourager yang memberi encouregermant
(dorongan semangat dan membesarkan hati) sangat diperlukan terutama oleh
peserta yang tergolong kurang pintar atau pendiam.[21]
3.
Metode Demonstrasi
Demonstrasi dalam hubungannya dengan penyajian informasi dapat
diartikan sebagai upaya kerajaan atau pertunjukan tentang cara melakukan atau
mengerjakan sesuatu. Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara
memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan,
baik secara lansung maupun melalui media pengajaran yang relefan dengan pokok
bahasan atau materi yang sedang
disajikan.
Tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi dalam proses belajar
mengajar ialah untuk memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan
(meneladani) dalam melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Ditinjau
dari sudut tujuan penggunaannya dapat dikatakan bahwa metode demonstrasi bukan
metode yang dapat diimplementasikan dalam PMB secara independen, karena ia
merupakan alat bantu memperjelas apa-apa yang diuraikan, baik secara verbal
maupun secara tekstual. Jadi metode demontrasi lebih berfungsi sebagai strategi
mengajar yang digunakan untuk menjalankan metode mengajar tertentu seperti
metode ceramah.[22]
Kebaikan dan Kelemahan Metode Demonstrasi
Banyak keuntungan psikologis paedagogies yang dapat diraih dengan
menggunakan demonstrasi, antara lain yang terpenting ialah:
·
Perhatian
siswa dapat lebih dipusatkan;
·
Proses
belajar siswa lebih terarah pada materi ynag sedang dipelajari;
·
Pengalaman
dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa. (Daradjat
1985).
Seperti metode-metode lainnya, metode ini juga mengandung
kelemahan-kelemahan yaitu:
·
Mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan terutama untuk pengadaan alat-alat modern;
·
Demonstrasi
tak dapat diikuti / dilakukan dengan baik oleh siswa yang memiki cacat tubuh
atau kelainan / kekurangmampuan fisik tertentu.
4.
Metode Ceramah Plus
Metode ini sering dianggap biang keladi yang menimbulkan penyakit
“verbalisme” dan budaya “bungkam” dikalangan pelajar, namun kenyataannya masih
popular dimana-mana. Sebelum metode itu digunakan guru tentu perlu melakukan
modifikasi atau penyesuaian seperlunya.
Metode ceramah plus tersebut dapat terdiri atas banyak metode
campuran. Namun dalam kesempatan ini hanya tiga macam metode ceramah plus yang
tersaji.
a.
Metode
Ceramah Plus Tanya Jawab dan Tugas (CPTT)
b.
Metode
Ceramah Plus Diskusi dan Tugas (CPDT)
c.
Metode
Ceramah Plus Demonstrasi dan Latihan (CPDP)[23]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ø Mengajar merupakan istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari
pembahasan mengenai pendidikan karena keeretan hubungan keduanya. Sebagian
orang menganggap mengajar hanya sebagian dari upaya pendidikan.
Ø mengajar adalah tugas guru untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran
kedalam otak anak didik. Guru yang mengajar dan mendidik dan anak didik yang
belajar menerima bahan pelajaran dari guru dikelas.
Ø Teori tentang konsep mengajar.
1.
Mengajar
Sebagai Ilmu, sebagian ahli memandang mengajar sebagai ilmu (science).
Oleh karnanya, guru merupakan sosok pribadi manusia yang memang sengaja
dibangun untuk menjadi tenaga frofesional yang memiliki frofisiensi
(berpengetahuan dan berkemampuan tinggi) dalam dunia pendidikan yang
berkompeten untuk melakukan tugas mengajar.
2.
Mengajar
Sebagai Seni, sebagian ahli lainnya memandang bahwa mengajar adalah seni (art),
bukan ilmu. Oleh karenanya, tidak semua orang berilmu (termasuk orang yang
berilmu pendidikan) bisa menjadi guru yang piawai dalam hal mengajar.
Ø Strategi Mengajar
Dalam
perspektif psikologi, kata strategi yang berasal dari bahasa Yunani itu,
berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan
masalah atau mencapai tujuan (Reber, 1988). Seorang pakar psikologi pendidikan
Autralia Mechael J. Lawson (1991) mengartikan stategi seebagai prosedur mental
yang berbentuk tatanan langkah yang menggunakan upaya ranah cipta untuk
mencapai tujuan tertentu.
Ø Contoh Mengajar
1.
Membimbing
kegiatan belajar siswa, khususnya ketika mengajar tidak hanya berarti
berceramah di muka kelas, tetapi juga memberikan peluang seluas-luasnya kepada
siswa tersebut untuk melakukan aktifitas belajarnya.
2.
Membimbing
pengalaman para siswa, guru dituntut untuk menghubungkan mereka dengan
lingkungannya.
Ø Metode Pokok Mengajar
1.
Metode
ceramah atau kuliah (lecture method) adalah sebuah metode mengajar
dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan pada sejumlah siswa
yang pada umumnya mengekuti secara pasif.
2.
Metode
diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan belajar
memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut
sebagai diskusi kelompok (group discussoin) dan resitasi bersama (socialized
recitation).
3.
Metode
demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian,
aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara lansung maupun melalui
media pengajaran yang relefan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
4.
Metode
ceramah plus tersebut dapat terdiri atas banyak metode campuran. Namun dalam
kesempatan ini hanya tiga macam metode ceramah plus yang tersaji.
a.
Metode
Ceramah Plus Tanya Jawab dan Tugas (CPTT)
b.
Metode
Ceramah Plus Diskusi dan Tugas (CPDT)
c.
Metode
Ceramah Plus Demonstrasi dan Latihan (CPDP)
DAFTAR PUSTAKA
Muhib Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, PT Raja
Grafindo persada, Jakarta, 2005.
Muhibbin Syah, Pskologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2010.
Saiful Bahri Djamarah, Fsikologi Belajar, PT Rineka Cipta,
Jakarta, 2002.
Iskandar, Psikologi Pendidikan, Gudang Persada Press,
Ciputat, 2009.
W. James Popham dan Eva L Baker, Teknik
Mengajar Secara Sistematis, PT Asdi Mahasatya, Jakarta, 2003.
Abin Syamsuddin Makmum, Psikologi Kependidikan,
PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005.
[1]
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo
persada, 2005), hal.164
[2]
Muhibbin Syah, Pskologi Pendidikan, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya,2010), hal. 177-178
[3]
Muhibbin Syah, …. , hal. 179-180
[4]
Saiful Bahri Djamarah, Fsikologi Belajar, (Jakarta , PT Rineka Cipta,2002), hal. 73.
[5]
Muhibbin Syah, …. , hal. 179-180.
[6]
Iskandar, Psikologi Pendidikan, ( Ciputat, Gudang Persada Press, 2009),
hal.107
[7]
Muhibbin Syah, …. , hal. 182.
[8] Muhibbin Syah, …. , hal 184.
[9] Muhibbin Syah, …. , hal 186.
[10]
Muhibbin Syah, …. , hal 210-211.
[11]
Muhibbin Syah, …. , hal. 211.
[12]
Muhibbin Syah, …. , hal. 211-212.
[13]
Muhibbin Syah, …. , hal. 182
[14]
Muhibbin Syah, …. , hal. 198.
[15]
W. James Popham dan Eva L Baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, (Jakarta,
PT Asdi Mahasatya, 2003), hal. 141.
[16]
Muhibbin Syah, …. , hal. 200.
[17]
Muhibbin Syah, …. , hal. 200.
[18]
Muhibbin Syah, …. , hal. 240-241
[19]
Muhibbin Muhibbin Syah, …. , hal. 202.
[20]
Abin Syamsuddin Makmum, Psikologi
Kependidikan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal.244
[21]
Muhibbin Syah, …. , hal: 205
[22]
Muhibbin Syah, …. , hal. 205
[23]
Muhibbin Syah , ….., hal.207
Tidak ada komentar:
Posting Komentar